Drupadi Mencari Menunggu Cinta
Kenapa harus drupadi yang mencari cinta?
Mengapa bukan arjuna? ‘sang
playboy cap wayang’ yang gagah perkasa nan sakti mandraguna, belum lagi
wajahnya yang tampan seantero jagad bumi kurawa. Yang menarik adalah ‘pencarian
cinta’-nya drupadi. Dewi cantik yang satu ini boleh dibilang tak jauh beda
dengan kita yang katanya kelewat modern. Toh dia juga manusia-berwujud
wayang-yang punya hati, rasa, dan jiwa yang terintegrasi kuat dalam
kepribadiannya yang sering digambarkan pak dalang dengan kelembutan dan
keanggunannya bak bidadari dari kahyangan. Mungkin kepribadiannya cukup, bahkan
lebih untuk untuk menarik perhatian ksatria manapun dari negeri mahabrata atau
ramayana. Tapi ternyata sang dewi tidak dapat tak merasa mendapatkan apa yang dia
inginkan, cinta yang sebenarnya ingin sekali dia cari. Tentu saja, karena
layaknya seorang dewi, dia berada di dunia yang sangat dibatasi oleh norma,
aturan, dan tuntutan ke-dewi-annya yang membuatnya tak bisa melanglang buana
atau membahana angkasa raya seperti yang bisa dilakukan para ksatria di dimensi
itu. “Apalah daya”, mungkin itulah alasannya. Poor you-malangnya kau drupadi.
Dalam segala keterbatasannya,
bagaimanapun itu drupadi tak bisa mancari cinta. Akhirnya arjunalah yang diceritakan menemukan drupadi, kemudian
menjadikannya istri-entah yang keberapa. Seandainya drupadi tidak terkungkung
dalam ke-dewi-annya, mungkin drupadi lah yang akan menemukan arjuna kemudian
mengungkapkan cinta yang telah lama ia simpan dalam relungnya, yang sudah membuatnya
gundah gulana dalam perasaan, jiwa dan fisiknya yang terkungkung. Tapi apalah
daya pak dalang tak boleh menyalahi pakem pewayangan. Salah-salah yang terjadi
bisa seperti cerita segi tiga emas yang diceritakan Seno Gumilar dimana
tokoh-tokoh pewayangan yang sakti itu melewati dimensi sampai akhirnya mendarat
ke abad 21. Gawat tentunya, pasti akan lebih banyak lagi wanita yang jatuh hati
pada arjuna. Dan akan lebih banyak lagi wanita yang desperate gara-gara tak
bisa mengungkapkan perasaannya pada arjuna karena dalam pakemnya para wanita
tak boleh mengungkapkan lebih dulu. “Apa jadinya dunia ini jika para wanitanya
desperate, jadi kembalilah kau arjuna ke duniamu, please, aku mohon dengan
sangat, demi dunia ini”.
Satu bukti lagi bahwa sampai dunia pewayangan-pun
mengimbas gender kepada kita yang hidup di abad 21, yang notabene terpaut ruang
dan waktu yang sulit, bahkan mustahil untuk bisa dihubungkan dengan teknologi
secanggih apapun. Seorang drupadi tak bisa mencari cinta karena memang pakemnya
seperti itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu seorang ksatria yang akan
menyuntingnya, memperistrinya kemudian diboyong ke negeri sang ksatria.
Berdoalah drupadi semoga arjuna segera menemukanmu, dan dunia tak akan
menyebutmu perawan tua. That’s all that you can do.
Kalau boleh penulis berpendapat, tidak
setiap wanita yang memperjuangkan hak kaumnya lantas disebut feminis. Juga tak
semua wanita bisa menjadi seperti Gadis Arivia yang konsisten di jalannya atau
aktivis emansipasi wanita lain yang tampaknya masih kontroversial. Tapi
setidaknya kita punya seorang wanita segigih R.A. Kartini yang ingin menyamakan
hak laki-laki dan perempuan dalam pendidikan atau perjodohan, meskipun beliau
sendiri tak berdaya ketika dijodohkan.
Tapi bagaimanapun, wanita tetaplah wanita.