Jumat, 29 Maret 2013

DRUPADI


Drupadi Mencari Menunggu Cinta


Kenapa harus drupadi yang mencari cinta? Mengapa bukan arjuna? ‘sang playboy cap wayang’ yang gagah perkasa nan sakti mandraguna, belum lagi wajahnya yang tampan seantero jagad bumi kurawa. Yang menarik adalah ‘pencarian cinta’-nya drupadi. Dewi cantik yang satu ini boleh dibilang tak jauh beda dengan kita yang katanya kelewat modern. Toh dia juga manusia-berwujud wayang-yang punya hati, rasa, dan jiwa yang terintegrasi kuat dalam kepribadiannya yang sering digambarkan pak dalang dengan kelembutan dan keanggunannya bak bidadari dari kahyangan. Mungkin kepribadiannya cukup, bahkan lebih untuk untuk menarik perhatian ksatria manapun dari negeri mahabrata atau ramayana. Tapi ternyata sang dewi tidak dapat tak merasa mendapatkan apa yang dia inginkan, cinta yang sebenarnya ingin sekali dia cari. Tentu saja, karena layaknya seorang dewi, dia berada di dunia yang sangat dibatasi oleh norma, aturan, dan tuntutan ke-dewi-annya yang membuatnya tak bisa melanglang buana atau membahana angkasa raya seperti yang bisa dilakukan para ksatria di dimensi itu. “Apalah daya”, mungkin itulah alasannya. Poor you-malangnya kau drupadi.

Dalam segala keterbatasannya, bagaimanapun itu drupadi tak bisa mancari cinta. Akhirnya arjunalah  yang diceritakan menemukan drupadi, kemudian menjadikannya istri-entah yang keberapa. Seandainya drupadi tidak terkungkung dalam ke-dewi-annya, mungkin drupadi lah yang akan menemukan arjuna kemudian mengungkapkan cinta yang telah lama ia simpan dalam relungnya, yang sudah membuatnya gundah gulana dalam perasaan, jiwa dan fisiknya yang terkungkung. Tapi apalah daya pak dalang tak boleh menyalahi pakem pewayangan. Salah-salah yang terjadi bisa seperti cerita segi tiga emas yang diceritakan Seno Gumilar dimana tokoh-tokoh pewayangan yang sakti itu melewati dimensi sampai akhirnya mendarat ke abad 21. Gawat tentunya, pasti akan lebih banyak lagi wanita yang jatuh hati pada arjuna. Dan akan lebih banyak lagi wanita yang desperate gara-gara tak bisa mengungkapkan perasaannya pada arjuna karena dalam pakemnya para wanita tak boleh mengungkapkan lebih dulu. “Apa jadinya dunia ini jika para wanitanya desperate, jadi kembalilah kau arjuna ke duniamu, please, aku mohon dengan sangat, demi dunia ini”.

Satu bukti lagi bahwa sampai dunia pewayangan-pun mengimbas gender kepada kita yang hidup di abad 21, yang notabene terpaut ruang dan waktu yang sulit, bahkan mustahil untuk bisa dihubungkan dengan teknologi secanggih apapun. Seorang drupadi tak bisa mencari cinta karena memang pakemnya seperti itu. Yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu seorang ksatria yang akan menyuntingnya, memperistrinya kemudian diboyong ke negeri sang ksatria. Berdoalah drupadi semoga arjuna segera menemukanmu, dan dunia tak akan menyebutmu perawan tua. That’s all that you can do.

Kalau boleh penulis berpendapat, tidak setiap wanita yang memperjuangkan hak kaumnya lantas disebut feminis. Juga tak semua wanita bisa menjadi seperti Gadis Arivia yang konsisten di jalannya atau aktivis emansipasi wanita lain yang tampaknya masih kontroversial. Tapi setidaknya kita punya seorang wanita segigih R.A. Kartini yang ingin menyamakan hak laki-laki dan perempuan dalam pendidikan atau perjodohan, meskipun beliau sendiri tak berdaya ketika dijodohkan.  Tapi bagaimanapun, wanita tetaplah wanita.