Jumat, 23 Desember 2011

Kelapangan Hati

 
Suatu pagi seorang murid datang kepada guru spiritualnya. “Guru, ijinkan saya bunuh diri. Saya sudah tidak kuat lagi menahan derita hidup. Saya berpikir tidak ada gunanya lagi bertahan hidup jika orang-orang yang paling dekat sekalipun selalu mencemooh dan menyalahkan setiap langkah saya. Sepertinya tidak ada lagi kebenaran yang tersisa dalam diri saya.” 
 
Mendengar curhat murid yang tidak biasanya ini, sang guru agak terperanjat juga. Ia tidak menduga jika muridnya sudah sampai pada pikiran dan sikap putus asa. Setelah terdiam sejenak, sang guru minta  ijin masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian, sang guru kembali ke ruang tamu dengan membawa segelas air putih dan semangkok garam plus sendoknya. “Wahai muridku, tolong kau ambil sesendok garam ini lalu kau 
masukkan kedalam gelas, dan aduklah agar segera larut. Setelah itu minumlah,” kata sang guru mengagetkan muridnya. Sang murid pun segera mengikuti perintah tersebut. “Seperti apa rasanya nak ?,” tanya guru lebih lanjut. “Waduh, pahit sekali guru,” jawab sang murid sambil menyemprotkan air ke arah gelas yang dipegangnya.  
 
Mendengar jawaban itu, sang guru tersenyum dalam hati. “Sekarang, ikutilah saya,” pinta sang guru kepada muridnya sambil berjalan menuju telaga tak jauh dari rumahnya. Muridnya kembali diminta mengambil sesendok garam yang ia bawa untuk dimasukkan ke dalam telaga, sembari diminta untuk mengaduknya dengan bambu yang tergeletak di tepiannya. Beberapa saat setelah air kembali tenang, sang murid 
diminta mengambil air dengan gelas yang sama untuk diminum.  
 
“Seperti apa rasanya nak ?,” guru bertanya untuk kedua kalinya. “Alhamdulillah segar sekali,” ujar sang murid  sumringah. “Nak, apa yang membuatnya berbeda ? Padahal airnya sama-sama kamu beri sesendok garam,” tanya guru kemudian. “Yang membuat rasanya berbeda adalah wadahnya, guru. Kalau yang di rumah wadahnya gelas, sedang yang di sini wadahnya telaga,”  ujar sang murid mantap. “Tahukah kamu akan arti 
semua ini ?” tanya guru berikutnya yang dijawab muridnya dengan gelengan kepala. 
 
“Ketahuilah muridku. Garam ibarat persoalan hidup, sedang gelas dan telaga adalah gambaran hati kita. Jika hati kita hanya seluas gelas, maka persoalan hidup yang kecil sekali pun akan terasa begitu pahit. Sebaliknya, jika hati kita bisa seluas telaga, maka berbagai persoalan hidup yang besar dan pelik pun akan terasa ringan. Hati dan perasaan kita senantiasa segar. Hidup pun akan terasa indah”, papar guru berfalsafah. “Lalu bagaimana caranya melapangkan hati kita”, sela sang murid. “Berusahalah untuk selalu menjadi pemaaf, baik bagi kesalahan diri sendiri maupun kesalahan orang lain. Ingat Allah pun Maha Pemberi Ampun.” Sang murid tercenung dengan mata berkaca-kaca. Sambil  beristighfar, ia berikrar di hadapan guru untuk tidak lagi berpikir bunuh diri. 

dikutip dari : 
H.D. Iriyanto (Surat Kabar Harian “REPUBLIKA”, terbit di Jakarta,  Edisi 12 September 2007)
 
selama saya kuliah di fakultas psikologi, sudah 2 kali membuat paper yang berhubungan dengan bunuh diri. setiap kali membahas mengenai tema ini bersama teman-teman sesama mahasiswa psikologi pasti deh ujung2nya "wah ngeri ya..memang ada kenalan yang oernah nyobain bunuh diri?" "jangan ikut2an subjek penelitiannya ya.." dan pertanyaan2 lainnya. bunuh diri memang ngeri ya...setiap orang tau itu. dulu sempat akan membuat tugas akhir tentang bunuh diri..khususnya mengenai analisis faktor penyebab seseorang bunuh diri pada individu yang melakukan percobaan bunuh diri. tapi setelah dimusyawarahkan dengan dosen pembimbing nampaknya topik ini dirasa kurang bijaksana karena akan menguak kembali luka dan traumatic event yang dialami oleh subjek..sehingga nantinya dikhawatirkan hal ini akan memicu keinginannya untuk mecoba hal itu (lagi).

bunuh diri adalah hal yang paling paling paling tidak boleh dijadikan penyelesaikan dari sebuah masalah. yakinlah  masih ada banyak jalan karena Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan umatnya..seperti yang dijelaskan pada kutipan kisah diatas..perluas sudut pandang dan kelapangan hati.. agar masalah yang kita hadapi terasa lebih ringan :)

respect terhadap lingkungan sekitar juga dapat mencegah terjadinya bunuh diri lho...jadi jangan sampai kita tidak menutup mata terhadap kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar...dan mempertajam empati kita kepada sesama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar